Rabu, 01 Mei 2013

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR ILMU TANAH ACARA III DERAJAT KERUT TANAH



LAPORAN PRAKTIKUM DASAR ILMU TANAH
ACARA III DERAJAT KERUT TANAH











DISUSUN OLEH :
FAJAR PUTRI ANDINI
A1L011102
AGROTEKNOLOGI
Rombongan C5


KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2012



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Secara fisik tanah mineral merupakan campuran dari bahan anorganik, organik,udara dan air. Bahan anorganik secara garis besar dibagi atas golongan fraksi tanah yaitu :
 1. Pasir (0,05 mm – 2,00 mm)
 Tidak plastis dan tidak liat, daya menahan air rendah, ukuran yang besar menyebabkan ruang pori makro lebih banyak, perkolasi cepat, sehingga aerasi dan drainase tanah pasir relative baik. Partikel pasir ini berbentuk bulat dan tidak lekat satu sama lain.
 2. Debu (0,002 mm – 0,005 mm)
 Merupakn pasir mikro. Tanah keringnya menggumpal tetapi mudah pecah jika basah, empuk dan menepung. Fraksi debu mempunyai sedikit sifat plastis dan kohesi yang cukup baik.
 3. Liat (<0,002 mm)
 Berbentuk lempeng, punya sifat lekat yang tinggi sehingga bila dibasahi amat lengket dan sangat plastis, sifat mengmbang dan mengkerut yang besar (Hardjowigeno,2003).

            Sifat-sifat fisika tanah berhubungan erat dengan kelayakan pada banyak penggunaan (yang diharapkan dari) tanah. Kekokohan dan kekuatan pendukung, drainase dan kapasitas penyimpanan air, plastisitas, kemudian kemudahan ditembus akar, aerasi, dan penyimpanan hara tanaman semuanya secara erat berkaitan dengan kondisi fisika tanah. Oleh karena tiu, erat kaitannya bahwa jika seseorang berhadapan dengan tanah dia harus mengetahui sampai berapa jauh dan dengan cara apa sifat-sifat tersebut dapat diubah. Hal ini berlaku apakah tanah itu akan digunakan sebagai medium untuk pertumbuhan tanaman atau sebagai bahan struktural dalam pembangunan (Buckman & Brady, 1982).



B.   Tujuan
Untuk mengetahui besarnya derajat kerut tanah dari beberapa jenis tanah dan membandingkan besarnya derajat kerut antar jenis tanah yang diamati.






BAB II
METODE KERJA


A.   Alat dan Bahan

Contoh tanah halus (< 0,5 mm), botol semprot air, cawan porselin, colet, cawan dakhil, jangka sorong, dan serbet/ lap pembersih.

B.   Cara Kerja

1.      Tanah halus diambil secukupnya lalu dimasukkan ke dalam cawan porselin dan ditambah air dengan menggunakan botol semprot lalu diaduk secara merata dengan colet sampai membentuk pasta tanah menjadi homogen.
2.      Pasta tanah yang sudah homogen dimasukkan ke dalam cawan dakhil yang telah diketahui diameternya menggunakan jangka sorong (diameter awal).
3.      Cawan dakhilyang telah berisi pasta tanah tersebut dijemur di bawah terik matahari kemudian dilakukan pengukuran besarnya pengkerutan setiap 2 jam sampai diameternya konstan (diameter akhir).

Perhitungan derajat kerut menggunakan rumus berikut ini :

Derajat kerut =   diameter awal – diameter akhir     x 100%
Diameter awal











BAB III
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A.   Hasil Pengamatan

No.
Jenis tanah

Pengamatan ke :
1
2
3
4
5
6
1.
Ultisol
Perlakuan 1
Ø1
3,67
3,36
3,21
3,15
3,04
3,04
Ø2
3,61
3,34
3,12
3,11
3,02
3,02
X
3,64
3,35
3,165
3,13
3,03
3,03
2.
Ultisol Perlakuan 2
Ø1
3,91
3,59
3,53
3,37
3,14
3,14
Ø2
3,85
3,48
3,44
3,34
3,11
3,11
X
3,88
3,535
3,485
3,355
3,125
3,125

B.   Pembahasan
         
          Tanah ringan adalah tanah yang banyak mengandung pasir akan mempunyai tekstur yang kasar, mudah untuk diolah, dan mudah merembeskan air. Tanah berat adalah tanah yang banyak mengandung liat yang akan sulit meloloskan air, memiliki aerasi yang kurang bagus, lengket dan sulit dalam pengolahannya.
            Derajat kerut tanah sangat ditentukan oleh berat ringannya tanah. Semakin tinggi kandungan liat maka akan semakin besar derajat kerut tanah tersebut. Selain itu, bahan organik tanah berpengaruh sebaliknya. Semakin tinggi kandungan bahan organik tanah maka derajat kerut tanah semakin kecil.
            Pada hasil praktikum tanah Ultisol memiliki derajat kerut 16,758 % pada perlakuan pertama dan 19,459 % pada perlakuan kedua.
Semakin lama penjemuran dibawah terik matahari , maka semakin mengkerut tanah dan mengalami derajat kerut yang signifikan serta semakin mengecil pada setiap 2 jam sekali.
                        Semakin tinggi kandungan liat, semakin besar derajat kerut tanah. Selain itu, bahan orgaik tanah berpengaruh sebaliknya. Semakin tinggi kandungan bahan organik tanah, maka derajat kerut tanah semakin kecil. (Notohadiprawiro, 1998)






Proses pembentukan tanah Ultisol meliputi beberapa proses sebagai berikut :
1. Pencucuian yang ekstensif terhadap basa-basa merupakan prasyarat. Pencucian berjalan sangat lanjut sehingga tanah bereaksi masam, dan kejenuhan basa rendah sampai di lapisan bawah tanah (1,8 m dari permukaan).
2.   Karena suhu yang cukup panas (lebih dari 8˚C) dan pencucian yang kuat dalam waktu yang cukup lama, akibatnya adalah terjadi pelapukan yang kuat terhadap mineral mudah lapuk, dan terjadi pembentukan mineral liat sekunder dan oksida-oksida. Mineral liat yang terbentuk biasanya didominasi oleh kaolinit, dan gibsit.
3.   Lessivage (pencucian liat), menghasilkan horison albik dilapisan atas (eluviasi), dan horison argilik dilapisan bawah (iluviasi). Sebagian liat di horison argilik merupakan hasil pembentukan setempat (in situ) dari bahan induk.Di daerah tropika horison E mempunyai tekstur lebih halus mengandung bahan organik dan besi lebih tinggi daripada di daerah iklim sedang. Bersamaan dengan proses lessivage tersebut terjadi pula proses podsolisasi dimana sekuioksida (terutama besi) dipindahkan dari horison albik ke horison argilik.
4.  Biocycling
Meskipun terjadi pencucian intensif tetapi jumlah basa-basa di permukaan tanah cukup tinggi dan menurun dengan kedalaman. Hal ini disebabkan karena proses Biocycling basa-basa tersebut oleh vegetasi yang ada di situ.
5.   Pembentukan plinthite dan fragipan.
Plinthite dan fragipan bukan sifat yang menentukan tetapi sering ditemukan pada Ultisol. Biasanya ditemukan pada subsoil di daerah tua.
Plinthite : Terlihat sebagai karatan berwarna merah terang. Karatan ini terbentuk karena proses reduksi dan oksidasi berganti-ganti. Kalau muncul di permukaan menjadi keras irreversibie dan disebut laterit. Karatan merah yang tidak mengeras kalau kering berlebihan bukanlah plithit.
Plinthite ditemukan mulai kedalaman yang dipengaruhi oleh fluktuasi air tanah. Hanya plinthite yang dapat menghambat drainase yang dalam Taksonomi Tanah (yaitu mengandung 10-15 persen volume atau lebih plinthite = Plinthaquult).
Fragipan : Pada Ultisol drainase buruk, seperti halnya plinthite, fragipan menghambat gerakan air dalam tanah. Proses pembentukan fragipan masih belum jelas.
6.      Perubahan horison umbrik menjadi mollik
Ultisol dengan epipedon umbrik (Umbraquult) dapat berubah menjadi epidedon mollik akibat pengapuran. Walaupun demikian klasifikasi tanah tidak berubah selama lapisan-lapisan yang lebih dalam mempunyai kejenuhan basa rendah. Control Sectiori untuk kejenuhan basa ditetapkan pada kedalaman 1,25 m dari permukaan horison argilik atau 1,80 m dari permukaan tanah (kejenuhan basa kurang dari 35%). Hal ini disebabkan untuk menunjukan adanya pencucian yang intensif dan agar klasifikasi tanah tidak berubah akibat pengelolaan tanah. (Kohnke, H. 1968)
        Konsepsi pokok dari Ultisol (ultimus, terakhir) adalah tanah-tanah berwarna merah kuning, yang sudah mengalami proses hancuran iklim lanjut sehingga merupakan tanah yang berpenampang dalam sampai sangat dalam (> 2 m), menunjukkan adanya kenaikan kandungan liat dengan bertambahnya kedalaman yaitu terbentuknya horizon bawah akumulasi liat (Sarief, Saifuddin.1986)
            Tanah Ultisol mempunyai tingkat perkembangan yang cukup lanjut, dicirikan oleh penampang tanah yang dalam, kenaikan fraksi liat seiring dengan kedalaman tanah, reaksi tanah masam, dan kejenuhan basa rendah. Pada umumnya tanah ini mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan bahan organik. Tanah ini juga miskin kandungan hara terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, kadar Al tinggi, kapasitas tukar kation rendah, dan peka terhadap erosi (Hakim, Nurhajati dkk. 1986)
BAB IV
KESIMPULAN


            Dari pembahasan dan kegiatan praktikum yang telah dilakukan maka didapat beberapa kesimpulan, yaitu :

*      Semakin lama tanah di jemur di terik sinar matahari maka penyusutan tanah membentuk derajat kerut pun semakin membesar .
*      Faktor suhu dapat mempengaruhi derajat kerut































DAFTAR PUSTAKA

Notohadiprawiro, Tejoyuwono. 1998. Tanah Dan Lingkungan. Direktorat Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan : Jakarta.

Buckman, O. Harry, Brady, C. Nyle. 1982. Ilmu tanah. Bharata Karya Aksara. Jakarta.
Hardjowigeno,Sarwono. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta. 
Sarief, Saifuddin.1986. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana : Bandung.

Kohnke, H. 1968. Soil Physic.Tata Mc Graw- Hill Publishing. Company Ltd : Bombay.

Hakim, Nurhajati dkk. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. UNILA : Lampung.



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar